BAB LIV. VERSUS LAVENDER
Episode 372. Perasaan Tidak Enak
“Aku… aku mencintaimu…”
A… Apa? Apa aku tidak salah dengar? Flame bilang kalau dia… dia…
“Lepaskan pelukanmu Flame!” tiba-tiba terdengar suara keras diikuti sebuah dorongan yang memisahkanku dengan Flame. Itu Flint. Kulihat raut wajah Flint tampak kesal. Dia memandangku sejenak kemudian beralih menatap Flame. “Flame, kamu berhutang penjelasan padaku,” katanya pada Flame ketus. “Ingat tugasmu disini dan lakukanlah, setelah itu kita perlu bicara.”
Usai mengatakan itu Flint berjalan meninggalkan arena. Dia tampaknya marah, baru kali ini aku melihat sikapnya yang begitu dingin seperti tadi. Well, wajar saja kalau dia marah melihat kekasihnya memeluk orang lain dan mengatakan kalau dia mencintai... orang lain?
“Flame, aku tak mengerti maksudmu,” kataku kemudian.
Flame terdiam. Dia menoleh ke arahku dan berkata, “Flint benar, aku punya pekerjaan disini. Sekarang lebih baik kau kembali ke tempat dudukmu karena aku akan mengumumkan pembagian pertarungan fase gugur...”
Aku tersentak sejenak. Perubahan sikap Flame dan raut wajahnya, entahlah aku tidak mengerti. “Baiklah, aku pergi,” kataku berbalik dan mulai melangkah menuju tribun penonton.
“Lunar,” panggil Flame kemudian. Aku berhenti dan berbalik. “Setelah ini, aku ingin berbicara denganmu,” lanjutnya. Aku memaksakan sebuah senyum kecil lalu melanjutkan langkahku menuju ke tribun penonton. Samar-samar terdengar suara bisik-bisik para penonton saat aku menyusuri barisan kursi disana. Mereka pastinya terkejut dengan yang terjadi di arena tadi, tapi akulah yang paling terkejut dalam hal ini. Mendengar Flame mengatakan kata-kata tadi... membuatku merasa seperti orang bodoh...
Tak lama setelah insiden pertarungan ulang tahun, Flame selaku Miss Festival mengumumkan pembagian pertandingan untuk babak enam belas besar fase gugur. Tapi aku sudah tidak tertarik lagi untuk mengetahuinya dan memilih untuk kembali ke hotel setelah insiden itu. Perasaanku saat ini sedang sangat kacau.
TOK! TOK!
“Siapa itu?” tanyaku nyaring saat pintu kamarku diketuk.
“Aku Lavender, kita bertemu di kapal waktu itu,” terdengar suara perempuan menjawab di balik pintu.
Lavender? Siapa ya?
Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke pintu, serta merta membukanya. Tampak seorang gadis berambut hitam panjang berpakaian serba violet berdiri disana. Gadis itu menggendong Pokemon berbentuk kucing yang kukenal sebagai Espeon.
“Maaf mengganggumu kak Lunar,” sapa Lavender. “Aku tak melihatmu di Battle Dome, jadi kupikir kau sudah kembali ke hotel.”
“Oh, maaf... kepalaku tadi agak pusing, jadi kupikir lebih baik untuk beristirahat di kamar saja,” sahutku asal. “Masuklah dulu...”
Sementara itu di kamar hotel yang lain, tanpa aku tahu...
Flint dan Flame tampak duduk saling membelakangi di sisi tempat tidur yang berlawanan. Keduanya tampak diam saja sedari tadi, menyiratkan tengah terjadi perselisihan di antara sepasang kekasih itu.
“Apa yang kamu lakukan tadi, Flame?” tanya Flint memecah kebekuan. “Kenapa kamu bisa-bisanya melakukan hal yang tidak sepantasnya kamu lakukan itu?”
“Maafkan aku Flint,” jawab Flame pelan. “Aku tak bisa menahan diriku lagi... Sudah terlalu lama aku menyimpan perasaan ini...”
“Jadi memang benar kalau kamu mencintai Lunar?” tebak Flint cepat. Tak terdengar jawaban dari Flame, membuat suasana kembali menjadi hening sejenak. “Lalu untuk apa kita menjalin hubungan bila ternyata kamu memikirkan lelaki lain?” sentak Flint kemudian. Dia berbalik dan kini memandang Flame yang duduk membelakanginya. “Kamu membuatku malu! Apa kamu menjadikan hubungan kita ini sebagai pelarian? Apa kamu sama sekali tidak memikirkan perasaanku?”
“Tidak Flint! Tidak!” jawab Flame getir sambil membalik tubuhnya memandang lekat ke arah Flint. Air mata tampak bercucuran di pipi gadis berambut merah itu. “Aku... aku mencintaimu... tapi aku juga... hiks...”
Flame menangis sesengukan. Dia menunduk sedih dengan air mata yang terus-menerus mengalir membasahi pipinya. Flint yang awalnya marah langsung terdiam tatkala melihat Flame menangis. Dia kemudian menghampiri Flame dan memeluknya perlahan.
“Hentikan Flame, kumohon hentikan,” bujuknya lembut. “Maafkan aku telah membuatmu menangis... padahal hari ini hari ulang tahunmu... maafkan aku...”
Flame tak menyahut. Dia masih menangis dalam dekapan kekasihnya itu. Hari ulang tahunnya kali ini terasa begitu menyedihkan. Dia menangis tanpa bisa mengerti... Kenapa hal-hal menyedihkan selalu saja terjadi di hari ulang tahunnya?

“Aku… aku mencintaimu…”
A… Apa? Apa aku tidak salah dengar? Flame bilang kalau dia… dia…
“Lepaskan pelukanmu Flame!” tiba-tiba terdengar suara keras diikuti sebuah dorongan yang memisahkanku dengan Flame. Itu Flint. Kulihat raut wajah Flint tampak kesal. Dia memandangku sejenak kemudian beralih menatap Flame. “Flame, kamu berhutang penjelasan padaku,” katanya pada Flame ketus. “Ingat tugasmu disini dan lakukanlah, setelah itu kita perlu bicara.”
Usai mengatakan itu Flint berjalan meninggalkan arena. Dia tampaknya marah, baru kali ini aku melihat sikapnya yang begitu dingin seperti tadi. Well, wajar saja kalau dia marah melihat kekasihnya memeluk orang lain dan mengatakan kalau dia mencintai... orang lain?
“Flame, aku tak mengerti maksudmu,” kataku kemudian.
Flame terdiam. Dia menoleh ke arahku dan berkata, “Flint benar, aku punya pekerjaan disini. Sekarang lebih baik kau kembali ke tempat dudukmu karena aku akan mengumumkan pembagian pertarungan fase gugur...”
Aku tersentak sejenak. Perubahan sikap Flame dan raut wajahnya, entahlah aku tidak mengerti. “Baiklah, aku pergi,” kataku berbalik dan mulai melangkah menuju tribun penonton.
“Lunar,” panggil Flame kemudian. Aku berhenti dan berbalik. “Setelah ini, aku ingin berbicara denganmu,” lanjutnya. Aku memaksakan sebuah senyum kecil lalu melanjutkan langkahku menuju ke tribun penonton. Samar-samar terdengar suara bisik-bisik para penonton saat aku menyusuri barisan kursi disana. Mereka pastinya terkejut dengan yang terjadi di arena tadi, tapi akulah yang paling terkejut dalam hal ini. Mendengar Flame mengatakan kata-kata tadi... membuatku merasa seperti orang bodoh...
*
Tak lama setelah insiden pertarungan ulang tahun, Flame selaku Miss Festival mengumumkan pembagian pertandingan untuk babak enam belas besar fase gugur. Tapi aku sudah tidak tertarik lagi untuk mengetahuinya dan memilih untuk kembali ke hotel setelah insiden itu. Perasaanku saat ini sedang sangat kacau.
TOK! TOK!
“Siapa itu?” tanyaku nyaring saat pintu kamarku diketuk.
“Aku Lavender, kita bertemu di kapal waktu itu,” terdengar suara perempuan menjawab di balik pintu.
Lavender? Siapa ya?
Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke pintu, serta merta membukanya. Tampak seorang gadis berambut hitam panjang berpakaian serba violet berdiri disana. Gadis itu menggendong Pokemon berbentuk kucing yang kukenal sebagai Espeon.
“Maaf mengganggumu kak Lunar,” sapa Lavender. “Aku tak melihatmu di Battle Dome, jadi kupikir kau sudah kembali ke hotel.”
“Oh, maaf... kepalaku tadi agak pusing, jadi kupikir lebih baik untuk beristirahat di kamar saja,” sahutku asal. “Masuklah dulu...”
*
Sementara itu di kamar hotel yang lain, tanpa aku tahu...

“Apa yang kamu lakukan tadi, Flame?” tanya Flint memecah kebekuan. “Kenapa kamu bisa-bisanya melakukan hal yang tidak sepantasnya kamu lakukan itu?”
“Maafkan aku Flint,” jawab Flame pelan. “Aku tak bisa menahan diriku lagi... Sudah terlalu lama aku menyimpan perasaan ini...”
“Jadi memang benar kalau kamu mencintai Lunar?” tebak Flint cepat. Tak terdengar jawaban dari Flame, membuat suasana kembali menjadi hening sejenak. “Lalu untuk apa kita menjalin hubungan bila ternyata kamu memikirkan lelaki lain?” sentak Flint kemudian. Dia berbalik dan kini memandang Flame yang duduk membelakanginya. “Kamu membuatku malu! Apa kamu menjadikan hubungan kita ini sebagai pelarian? Apa kamu sama sekali tidak memikirkan perasaanku?”
“Tidak Flint! Tidak!” jawab Flame getir sambil membalik tubuhnya memandang lekat ke arah Flint. Air mata tampak bercucuran di pipi gadis berambut merah itu. “Aku... aku mencintaimu... tapi aku juga... hiks...”
Flame menangis sesengukan. Dia menunduk sedih dengan air mata yang terus-menerus mengalir membasahi pipinya. Flint yang awalnya marah langsung terdiam tatkala melihat Flame menangis. Dia kemudian menghampiri Flame dan memeluknya perlahan.
“Hentikan Flame, kumohon hentikan,” bujuknya lembut. “Maafkan aku telah membuatmu menangis... padahal hari ini hari ulang tahunmu... maafkan aku...”
Flame tak menyahut. Dia masih menangis dalam dekapan kekasihnya itu. Hari ulang tahunnya kali ini terasa begitu menyedihkan. Dia menangis tanpa bisa mengerti... Kenapa hal-hal menyedihkan selalu saja terjadi di hari ulang tahunnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...