SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Sabtu, 03 Maret 2018

Eps. 464: Quagsire dan Wynaut


Episode 464: Quagsire dan Wynaut


Paginya, kuputuskan untuk pergi ke luar. Aku tak tahan hanya diam di dalam kamar tanpa berbuat apa-apa. Sementara kaki kiriku belum bisa kugerakkan. Diam-diam aku mencoba menggerakkan kakiku, tapi aku tak kuat. Aku tak tahu, mungkin karena kini kakiku terdiri dari besi. Jadinya aku mesti menggunakan tongkat untuk berdiri dan melangkah.
Kini aku terduduk rerumputan, di tepian pantai Pulau Ilusi. Memandang hamparan laut nan biru di hadapanku. Mengingatkanku akan mimpi aneh yang kualami saat aku tak sadarkan diri. Seorang perempuan berambut putih yang tampak tak asing. Semuanya terasa begitu nyata.
Termasuk Pulau Ilusi, pulau yang tak kusangka benar-benar eksis. Pulaunya tak begitu luas, namun cukup luas untuk sebuah resort. Dikelilingi lautan, pulau ini terdiri dari rerumputan dan tanaman-tanaman pendek. Hanya ada satu-dua pohon, di tepian pantai dan salah satunya ada di depan rumah kayu bertingkat yang berada di tengah-tengah pulau. Rumah Melona.

Bukan hanya aku, Melona, dan Merlin yang menghuni pulau ini. Beberapa Pokemon tampak menikmati waktu mereka bermain di rerumputan. Kebanyakan dari mereka yaitu Wynaut, Pokemon yang tampak selalu ceria dengan ekspresi dan mulutnya yang kerap terbuka lebar. Aku ingat Melona punya seekor Wynaut, mungkin saja Wynaut itu berasal dari pulau ini.
Sedang asyik melamun seperti itu, tiba-tiba seekor Pokemon biru bertubuh gempal datang mendekatiku. Dia tampak tersenyum kepadaku dan kelihatannya merasa senang. Aku lantas mengelus kepalanya perlahan. Pokemon itu adalah Quagsire, perubahan Wooper, Pokemon milik Kak Lydia yang telah menyelamatkan dari hari nahas itu.
Aku benar tak menyangka Pokemon yang pernah dipinjamkan Kakak ketika aku hendak memulai perjalananku itu bakal kembali kugunakan untuk menyelamatkan nyawaku. Dan kini tanpa kuketahui Pokemon itu telah berevolusi dari Wooper menjadi Quagsire. Aku berhutang banyak pada Pokemon ini.
“Dia telah berjuang keras untuk membawa tubuhmu,” kata Melona, kini duduk di sampingku. “Mungkin itulah yang lantas memantik evolusinya.”
Begitu ya? Bisa jadi begitu. Dengan tubuh yang kecil, sebetulnya akan sulit bagi Wooper untuk bisa membawa tubuhku. Sekalipun dia membawaku dengan jurus selancarnya, tetap saja dia akan kesulitan. Badanku ini lumayan berat lho, 70 kilogram. Hehehe. Lantas dengan berevolusi menjadi Quagsire, dia jadi lebih mudah membawaku. Tak kusangka Wooper berevolusi ketika tengah menyelamatkan nyawaku. Aku benar-benar berhutang pada Pokemon ini.
“Quag! Quag!” Quagsire tampak mencoba berbicara kepadaku. (Quagsire: Badanmu berat sekali Lunar! Untung aku berevolusi di tengah jalan! Kalau tidak mungkin aku juga ikut pingsan!)
“Melon, kau sendiri apa yang kau lakukan di pulau ini? Kenapa kau tak bersama warga Pacifidlog?” tanyaku kemudian.
“Kau tahu kan siapa Pamanku? Dia tidak mungkin tinggal begitu saja di tengah masyarakat,” jawab Melona. “Sehingga aku membawanya ke pulau ini, membangun rumah di sini. Lantas kuberpikir tinggal di pulau ini ternyata menyenangkan juga, begitu tenang.”
Sekerumunan Wynaut lantas berjalan ke arah Melona, mengitarinya penuh riang. Seekor Wynaut berkalung batu melompat ke pangkuannya, membuat Melona tersenyum. “Apalagi di sini aku dikelilingi Wynaut, Pokemon yang sangat lucu,” ucapnya.
“Wynaut milikmu itu, kau dapat dari sini kan?” terkaku.
Melona mengangguk. “Iya, saat aku pertama kali menemukan pulau ini. Itu cerita yang cukup lama terjadi.” Dia terdiam, lantas melihat jauh ke depan, ke hamparan laut biru. “Bukan kau saja yang terdampar di pulau ini. Aku pun pernah demikian.”
“Benarkah?”
Melona mengangguk lagi, tapi kini lebih pelan. Pandangan matanya tak lepas dari lautan biru di depannya. “Itu terjadi... ketika aku masih kecil... Saat di mana aku berpisah dengan kakakku.”
Kakak? Melona punya kakak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...