SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Minggu, 01 April 2012

L's Diary: Eps.377 - Semalam Sebelumnya

PhotobucketEpisode 377. Semalam Sebelumnya

“Sekarang akan aku akhiri ini semua!” seru Lavender lantang. “Gardevoir, pemakan mimpi!”
“Ap---Apa?”
Gardevoir terdiam berkonsentrasi seperti sebelumnya. Dia lalu menghentakkan kedua tangannya ke depan, ke arah Guardian! Oh tidak… ini akan berbahaya! HP atau Health Point Dian telah berkurang setengahnya akibat serangan pemakan mimpi yang pertama. Apabila Dian kembali terkena serangan yang sama, maka dipastikan langkahku di Frontier Festival akan… akan terhenti…

*

Sementara itu, sehari sebelumnya…

Seperti yang dipesankan oleh Flame, malam itu aku berjalan bersama Guardian menuju taman kecil yang ada di belakang hotel tempat kami menginap. Flame memintaku menemuinya di tempat itu selepas pengumuman pembagian jadwal pertarungan. Saat aku tiba di taman itu, kulihat wanita berambut merah yang dulu pernah bekerja bersamaku itu tengah berdiri di samping seekor Pokemon berbentuk kuda putih dengan rambut api di punggungnya.
“Hai,” sapaku pada Flame yang berdiri membelakangiku. Dia terlihat sedang memberi makan pada Pokemon kuda itu.
“Oh, hai,” balas Flame berbalik melihatku. “Kupikir kamu tidak akan datang,” katanya sambil mengelus Pokemon kuda itu. “Pokemon ini adalah Rapidash, kuberi nama Desire,” jelasnya seolah menjawab keingintahuanku pada Pokemon yang belum pernah kulihat sebelumnya itu. “Kakek Blaine menemukannya di gunung Cinnabar saat masih berupa Ponyta dan kupikir dia perlu mendapatkan perawatan. Dia sekarang menjadi Pokemonku.”

Setelah itu suasana hening. Flame berhenti bicara, apalagi aku yang bingung harus berkata apa setelah kejadian pertarungan tadi. Lama aku berpikir hingga akhirnya aku memberanikan diri bertanya. “Flame, apa yang ingin kau jelaskan padaku?”
Flame diam tak menjawab. Dia lalu duduk di kursi taman yang ada di dekatnya. Dia duduk membelakangiku, lalu menoleh ke arahku. “Lunar, yang aku katakan di Battle Dome… kamu tidak salah dengar.”
“Tentang kau mencintaiku?” ulangku.
Flame mengangguk. “Aku tahu ini salah, mengingat sekarang aku sudah punya kekasih dan kamu pasti lihat sendiri bagaimana sikap Flint. Dia tidak senang.”
“Jujur Flame, aku sangat kaget saat kau mengatakannya,” kataku menjelaskan perasaanku. “Aku tak percaya kau akan mengatakan itu… aku…”
“Itu kenyataannya Lunar,” potong Flame. “Aku mencintaimu… sejak kedekatan kita di Tim Magma dulu... Apa kamu lupa kalau dulu aku pernah mengatakan bahwa aku hanya akan memberikan ciuman pertamaku pada orang aku cintai? Dan ciuman pertamaku itu kuberikan padamu… harusnya kamu mengerti…”
Aku terdiam. Ingatanku terbawa pada hari dimana kami masih bergabung dengan Tim Magma dulu. Saat itu aku menang taruhan dan harusnya Flame menciumku tepat di bibir, hingga Volta datang dan mengacaukan segalanya. Ketika itu Flame meminta maaf dan mengatakan bahwa dia hanya akan memberikan ciuman pertamanya pada lelaki yang dicintainya. Dan ketika malam perpisahan di kota Slateport waktu itu, dia menciumku. Ternyata itu adalah ciuman pertamanya yang artinya…
“Terlalu banyak masalah yang terjadi Flame, sehingga aku tidak bisa menyadarinya. Maafkan aku,” kataku pelan, menyesali semua yang telah terjadi.
“Tidak apa-apa Lunar… waktu memang tidak mengizinkan kita untuk bersama,” sahut Flame ikut menyesal. “Sekarang semua sudah terlambat… aku sudah memiliki kekasih dan aku juga mencintainya… sama seperti aku mencintaimu,” kata Flame terdengar sedih. “Entah apa yang harus kulakukan… aku tidak tahu. Kejadian di Dome, itu semua terjadi begitu saja… spontan tanpa bisa aku cegah. Seolah, bagian diriku yang selama ini terpendam ingin mengeluarkannya, lelah menyimpan semua perasaan itu.”
Suasana kembali hening. Angin bertiup begitu pelan, seolah menggambarkan suasana dalam hati kami berdua. Rupanya kami saling mencintai, tapi kami sama-sama tidak dapat mengutarakannya. Saat kesempatan itu datang, hal itu sudah terlambat dan kami berdua sama-sama menyesalinya. Ah, andai aku bisa kembali ke masa lalu, aku pasti akan mengubahnya… aku benci ini…
“Sudah, lupakan saja Flame,” ujarku kemudian. Aku berjalan mendekatinya, berdiri tepat di depannya. Flame yang melihatku lalu bangkit berdiri dari kursi. Kini kami saling berhadapan. “Kau sudah memiliki kehidupanmu sendiri, aku pun juga memiliki kehidupanku sendiri,” lanjutku sembari memegang kedua bahu wanita yang kucintai itu. “Apapun yang terjadi, kita akan selalu bersahabat… walaupun kita tidak saling memiliki…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...